Aspirasipost.id - Proyek pengendalian banjir Sungai Walanae yang berlokasi di Desa Kebo, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan. Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp15 miliar dari APBN 2025 itu diduga menghadapi sejumlah persoalan, salah satunya terkait penggunaan material ilegal.

PT Tantui Enam Konstruksi selaku pelaksana proyek disebut-sebut menggunakan batu gajah hasil galian C yang diduga tidak memiliki izin resmi di wilayah Kabupaten Soppeng.

Dugaan tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Investigasi dan Monitoring Lembaga HAM Indonesia (LHI), yang mengklaim telah menemukan indikasi penyimpangan saat melakukan pemantauan di lapangan.

“Ini proyek negara dengan anggaran besar. Jika benar menggunakan material ilegal, tentu ini menjadi persoalan serius. Kami telah mengumpulkan data dan siap menyerahkannya kepada aparat penegak hukum,” ujar Ketua Tim Investigasi dan Monitoring LHI, Mahmud Cambang, saat dikonfirmasi pada Minggu (7/9).

Mahmud juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendatangi Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang untuk meminta klarifikasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Namun, menurutnya, hingga kini belum ada respons resmi karena PPK disebut sedang menghadiri rapat.

Lebih lanjut, LHI menyebut penggunaan material tanpa izin dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku penambangan ilegal maupun pihak yang memanfaatkan hasil tambang tanpa izin.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Balai, PPK, maupun pejabat teknis terkait belum memberikan tanggapan resmi. Kondisi ini turut memunculkan beragam spekulasi di masyarakat.

LHI menyatakan akan terus mengawal proses ini dan mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan mereka.

“Jangan sampai proyek yang dibiayai oleh uang rakyat justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi,” tegas Mahmud.


(**/Red)