ASPIRASI POST - Dalam setiap gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada), sering kali kita menyaksikan fenomena menarik di mana calon-calon yang digadang-gadang sebagai bakal calon tiba-tiba aktif terjun ke masyarakat.

Fenomena ini dikenal sebagai sindrom ‘tiba-tiba’, di mana calon yang belum resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bakal calon tiba-tiba menunjukkan intensitas tinggi dalam berinteraksi dengan masyarakat. Mereka seringkali terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, seperti pembagian sembako dan pembangunan infrastruktur di tingkat pedesaan.

Tindakan ini dapat berpotensi melanggar aturan pemilihan. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 8 Tahun 2022 tentang kampanye pemilihan umum, calon yang belum terdaftar sebagai bakal calon dilarang melakukan kampanye atau kegiatan yang mengarah pada kampanye. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat merusak prinsip keadilan dalam pemilihan dan memberikan pendidikan politik yang buruk kepada masyarakat.

Peran penyelenggara pemilu dan seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawasi proses pemilukada. Diharapkan, dengan adanya pengawasan yang ketat dan penegakan aturan yang konsisten, proses Pilkada dapat berlangsung adil dan transparan, serta memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.

Dalam konteks pilkada, kegiatan seperti pembagian sembako atau pembangunan infrastruktur oleh calon yang belum resmi terdaftar dapat menimbulkan berbagai masalah hukum dan etika.

Berikut adalah pandangan hukum dan masukan Arham MSi Petta Palellung selaku Ketum LAK-HAM INDONESIA:

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, calon kepala daerah tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai politik uang atau merugikan proses pemilihan yang adil. Kegiatan seperti pembagian sembako atau pembangunan infrastruktur sebelum tahapan resmi dimulai bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran yang mengarah pada money politics. Ini bisa mempengaruhi integritas dan fairness pemilihan.

2. KPU dan Bawaslu memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menindak pelanggaran terkait kampanye. Dalam hal ini, Anda bisa melaporkan kegiatan-kegiatan yang mencurigakan ke Bawaslu agar bisa ditindaklanjuti. Mereka memiliki mekanisme untuk menilai dan menangani pelanggaran yang terjadi di luar tahapan resmi.

3. Sebagai aktivis pemantau pilkada, langkah-langkah dapat dilakukan, seperti:
- Pengumpulan Bukti: Dokumentasikan kegiatan-kegiatan yang mencurigakan dengan bukti yang kuat.
- Pelaporan: Laporkan temuan Anda ke Bawaslu atau KPU setempat.
- Pendidikan Masyarakat: Edukasi masyarakat tentang pentingnya integritas pemilihan dan bahaya politik uang.

4. Selain peraturan hukum, Etika Kampanye pun sangat penting dimiliki oleh semua kandidat: Kegiatan seperti pembagian sembako atau pembangunan infrastruktur seharusnya dilakukan dengan cara yang transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jika calon tersebut memiliki banyak uang, hal itu tidak seharusnya digunakan untuk mempengaruhi proses pemilihan secara tidak sah.

Bahwa tindakan yang dilakukan oleh calon sebelum masa kampanye sebagaimana uraian diatas, memiliki potensi terjadinya pelanggaran aturan meskipun mereka (calon) belum resmi mendaftar sebagai bakal calon.

1. Meskipun pasangan calon belum resmi mendaftar, ada prinsip etika dan hukum yang mengatur perilaku calon sebelum tahapan resmi dimulai. Politik uang dan praktik yang berpotensi mempengaruhi pemilih sudah dilarang sejak jauh hari untuk menjaga integritas proses pemilihan.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan KPU mengatur larangan-larangan tertentu bahkan sebelum pendaftaran calon dimulai. Meskipun calon belum resmi mendaftar, tindakan yang dilakukan bisa dianggap melanggar prinsip pemilihan yang adil dan jujur.

3. Tujuan aturan-aturan dalam pilkada itu dibuat dan dirancang untuk mencegah calon dari memanfaatkan sumber daya yang tidak semestinya untuk mempengaruhi hasil pemilihan. Kegiatan seperti pembagian sembako atau pembangunan infrastruktur dianggap sebagai bentuk upaya untuk mendapatkan dukungan dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.

4. Guna mewujudkan pilkada damai, pilkada jujur, maka pengawasan dan transparansi adalah kuncinya. Sehingga, jiak terdapat aktivitas calon yang meragukan, meskipun belum resmi mendaftar, tetap bisa dilaporkan dan diperiksa oleh Bawaslu atau KPU.

5. Semua calon seharusnya memberikan edukasi dengan mengajak semua calon untuk berpegang pada prinsip fair play dalam pemilihan, yang meliputi kepatuhan terhadap aturan dan etika, serta tidak melakukan tindakan yang bisa dianggap memanipulasi proses pemilihan.

Olehnya, meskipun calon belum resmi terdaftar, semua aktivitas calon haruslah tetap mematuhi prinsip-prinsip dan aturan yang ada untuk menjaga integritas pemilihan.

Melakukan tindakan pencegahan dan pengawasan yang ketat terhadap calon-calon yang melakukan aktivitas di luar ketentuan dapat membantu menjaga integritas pilkada dan memastikan pemilihan yang adil dan demokratis.