Oleh : Arianto (Pemimpin Redaksi JURNAL Group)
ASPIRASI POST - Tak lama lagi momen pemilihan kepala daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota akan memasuki tahapan pencoblosan.
Seluruh kandidat bersama partai pengusung dan para tim berjuang secara maksimal untuk memenangkan kandidat yang diusungnya atau yang didukungnya. Bahkan tak sedikit tim relawan rela meninggalkan aktivitas utamanya demi kandidat yang didukungnya.
Perjuangan para kandidat Pilkada untuk maju dan memenangkan perhelatan demokrasi tersebut telah dan akan mengeluarkan banyak biaya.
Secara umum, biaya yang dibutuhkan kandidat untuk Pilkada tingkat kabupaten/kota berkisar Rp50 miliar. Sedangkan untuk Pilkada gubernur lebih besar lagi, sekitar Rp100 miliar. Wow, sangat fantastis.
Uang sebesar itu digunakan kandidat antara lain, untuk membayar sewa perahu, pembentukan tim, berkampanye, menyogok pemilih, biaya untuk berperkara jika terjadi sengketa, dan lain-lain. Biaya sogok atau bagi-bagi amplop ke pemilih (serangan fajar dan serangan siang) menempati urutan teratas dalam pembiayaan.
Orang-orang yang maju sebagai kandidat di Pilkada tidak ada yang memiliki harta kekayaan sebesar itu. Itu berdasarkan laporan harta kekayaan yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalau pun ada kandidat yang memiliki kekayaan sebesar itu, paling satu atau dua orang.
Lebih lanjut KPK dalam surveinya menyebut bahwa hampir seluruh kandidat di Pilkada melibatkan sponsor alias cukong untuk mendanai kandidat. Ada yang menyebut bahwa 90 persen kandidat Pilkada menggunakan cukong dalam pembiayaan. Sisanya, dibiayai sendiri oleh kandidat. Nah, inilah yang kemudian yang sering menjadi permasalahan besar setelah kandidat terpilih menjadi gubernur atau bupati atau wali kota.
Tentu, biaya yang dikeluarkan oleh cukong ataupun calon itu sendiri, bukanlah biaya gratis, tetapi biaya tersebut merupakan investasi yang akan memperoleh keuntungan berlipat ganda di kemudian hari. Investasi di Pilkada saat ini sedang menjadi trend sehingga banyak cukong yang ramai-ramai turun ke daerah terutama di Pilkada 2024 ini.
Garansi bagi cukong untuk membiayai Pilkada adalah kemudahan dalam perizinan sumber daya alam (terutama perizinan pertambangan rakyat), jaminan memperoleh tender besar, kemudahan-kemudahan lain yang bisa menguntungan, dan lain-lain. Artinya, Pilkada yang digembar gemborkan untuk kesejahteraan rakyat, itu hanyalah ilusi. Sebab yang sejahtera dengan gelaran Pilkada ini adalah para cukong. Daerah telah digadaikan kepada cukong karena cukong pasti tidak mau rugi. Oleh karenanya, jika disadari, kandidat yang bagi-bagi uang ke pemilih itu merupakan uang gadai dari cukong.
Gampang bila hendak mendeteksi ada tidaknya cukong yang gentanyangan di suatu daerah sebab cukong tak nampak secara kasat mata dan tidak diketahui oleh pemilih. Jika kandidat sangat royal dalam pembiayaan atau dalam membagi-bagi uang, baik uang tunai maupun barang, dapat dipastikan bahwa kandidat tersebut memelihara cukong illegal.
Oleh karenanya, kedepan, peraturan yang berlaku dalam Pilkada harus mampu mendeteksi dan menghukum cukong karena suatu daerah tidak akan pernah sejahtera dengan Pilkada, rakyat hanya mendapat janji dan mimpi-mimpi yang tak akan terwujud, dan rakyat hanya menjadi penonton di daerahnya. (*)
0Comments